JAKARTA - Pemerintah tengah menyiapkan aturan baru untuk memperlancar impor minyak dan gas senilai US$15 miliar atau sekitar Rp250,8 triliun dari Amerika Serikat.
Langkah ini bagian dari strategi negosiasi tarif resiprokal yang dikenakan Presiden AS Donald Trump.Peraturan tersebut berupa Perpres atau PP yang memungkinkan PT Pertamina (Persero) mengimpor migas langsung dari perusahaan AS tanpa proses lelang.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut aturan ini hanya berlaku untuk perusahaan Amerika Serikat.
Airlangga menjelaskan, langkah ini bertujuan mengurangi defisit perdagangan AS-Indonesia yang mencapai sekitar US$18 miliar.
“Peraturan ini diharapkan dapat mengakselerasi komitmen impor minyak Indonesia dari AS senilai US$15 miliar,” katanya dalam US-Indonesia Investment Summit 2025.
Volume dan Pelibatan Perusahaan Swasta
Indonesia menargetkan impor migas dari AS mencapai 15 juta barrel of oil equivalent (boe).
Tidak hanya Pertamina, pemerintah membuka peluang bagi perusahaan swasta, seperti PT Lotte Chemical Indonesia, untuk turut mengimpor LPG dari AS.
Airlangga menekankan, perusahaan swasta yang baru membangun fasilitas petrokimia juga dapat berpartisipasi, sehingga impor migas bukan monopoli BUMN.
“Ini salah satu alternatif, dibuka juga kepada pihak lain yang berencana membeli LPG dari Amerika,” tambahnya.
Finalisasi aturan impor bergantung pada penandatanganan kesepakatan tarif resiprokal antara AS dan Indonesia.
Proses negosiasi masih berlangsung, dengan target rampung pada akhir tahun 2025, setelah finalisasi legal drafting kesepakatan.
Pertamina Fokus Ekonomisasi Impor Minyak
PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) tengah menyiapkan strategi agar impor minyak mentah dari AS lebih ekonomis.
Direktur Utama KPI Taufik Aditiyawarman menyatakan upaya ini mendukung program pemerintah untuk menyeimbangkan perdagangan melalui tarif resiprokal.
Meski tidak merinci progres pembelian minyak mentah, BBM, maupun LPG, Taufik menekankan optimalisasi pengadaan feedstock sebagai prioritas.
“Kita fokus mengoptimalkan pengadaan crude oil untuk menekan biaya terbesar dalam struktur biaya kilang,” katanya.
Pertamina juga memaksimalkan serapan minyak domestik melalui koordinasi dengan SKK Migas dan Kementerian ESDM. Langkah ini tidak hanya memanfaatkan produksi dalam negeri, tapi juga menekan kebutuhan impor sehingga operasi kilang lebih kompetitif.
Efisiensi Melalui Co-Loading dan Operasi Kilang
Melalui mekanisme co-loading kargo, Pertamina berupaya meningkatkan efisiensi pengadaan minyak impor.
Efisiensi ini memungkinkan biaya pengolahan lebih rendah, sehingga kilang dapat beroperasi lebih optimal dan mendukung daya saing produk energi.
Upaya pemerintah dan Pertamina ini menunjukkan strategi ganda: memenuhi kebutuhan energi nasional sekaligus menjaga keseimbangan perdagangan dengan AS. Dengan regulasi baru dan partisipasi swasta, Indonesia diharapkan mampu mengelola impor migas secara lebih terstruktur dan ekonomis.