Otomotif

Mobil Nasional Dorong Ekosistem Otomotif dan Kemandirian Industri RI

Mobil Nasional Dorong Ekosistem Otomotif dan Kemandirian Industri RI
Mobil Nasional Dorong Ekosistem Otomotif dan Kemandirian Industri RI

JAKARTA - Rencana pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto untuk memproduksi mobil nasional (mobnas) dalam waktu tiga tahun ke depan disambut positif oleh berbagai kalangan. Program ini tidak hanya dianggap sebagai upaya simbolik untuk menunjukkan kemandirian bangsa, tetapi juga peluang strategis membangun ekosistem industri otomotif lokal yang kuat dan berkelanjutan.

Presiden Prabowo bahkan menargetkan agar mobil nasional dapat menjadi kendaraan dinas resmi bagi menteri dan pejabat tinggi negara. Langkah ini diharapkan bisa menjadi langkah awal yang konkret untuk menciptakan permintaan stabil terhadap produk otomotif buatan dalam negeri.

Sebagai contoh, Presiden Prabowo telah menggunakan mobil “Maung” atau MV3 Garuda Limousine buatan PT Pindad (Persero) sebagai kendaraan dinasnya. Mobil tersebut disebut-sebut akan menjadi prototipe pengembangan mobnas yang bisa dikembangkan untuk berbagai kebutuhan, baik sipil maupun militer.

Dukungan Akademisi: Mobnas Bisa Jadi Katalis Reindustrialisasi Nasional

Pakar otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, menilai bahwa program mobil nasional ini berpotensi besar menjadi katalisator bagi reindustrialisasi Indonesia, terutama dalam sektor otomotif. Ia menjelaskan bahwa produk seperti “Maung” MV3 buatan Pindad dapat menjadi titik awal yang baik untuk memperluas pengembangan kendaraan nasional dengan berbagai varian sesuai kebutuhan institusi negara.

“Program mobnas berpotensi menjadi katalisator reindustrialisasi, dengan penekanan pada produk seperti ‘Maung’ MV3 yang bisa mendukung keperluan militer dan sipil,” ujar Yannes kepada Kontan.co.id, Rabu (22/10/2025).

Menurutnya, pengembangan varian baru dapat diperluas untuk kebutuhan militer, kepolisian, dan instansi pemerintahan daerah, sembari memastikan Quality Assurance (QA) dan Quality Control (QC) yang ketat agar produk nasional memiliki daya saing tinggi.

Pada tahap awal, ia menyarankan agar produksi mobnas difokuskan untuk memenuhi kebutuhan pemerintah terlebih dahulu. “Sebagai jangkar permintaan yang stabil dan terkendali, sebelum ekspansi ke kendaraan massal dan komersial dengan persaingan bebas yang lebih ketat dan kompleks head to head dengan brand-brand luar yang sudah world class,” jelasnya.

Tahapan Strategis: Bangun Rantai Pasok dan Perkuat TKDN

Yannes memproyeksikan bahwa kebutuhan kendaraan untuk instansi pemerintah dapat menjamin volume produksi awal sekitar 10.000–20.000 unit per tahun. Angka ini dinilai cukup ideal sebagai tahap awal sembari memperkuat rantai pasok domestik dan meningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) hingga mencapai 50–60 persen.

“Fokus pada segmen market ini juga meminimalkan risiko pasar. Memungkinkan pengujian kualitas, keandalan, dan layanan purna jual di lingkungan terkendali sebelum diluncurkan ke segmen massal bagi umum,” tambahnya.

Namun demikian, Yannes mengingatkan bahwa ambisi besar pemerintah ini harus dijalankan dengan perencanaan matang. Ia menegaskan bahwa risiko kegagalan bisa muncul apabila pelaksanaan tidak dikelola dengan baik, terutama terkait hambatan birokrasi dan tekanan internasional.

“Jika tidak dikelola dengan baik, dampak negatifnya sangat potensial, termasuk risiko kegagalan eksekusi akibat hambatan birokrasi atau tekanan internasional,” tegasnya.

Belajar dari Gagalnya Proyek Timor, Bimantara, dan Esemka

Dalam penilaiannya, Yannes mengingatkan agar proyek mobil nasional kali ini tidak mengulangi kesalahan masa lalu. Ia menyinggung pengalaman pahit dari beberapa proyek sebelumnya seperti Timor, Bimantara, dan Esemka, yang gagal mencapai keberlanjutan.

Ia menjelaskan, proyek Timor gagal karena terlalu besar intervensi pemerintah dan tekanan dari negara-negara lain melalui aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Sementara Bimantara tersendat karena krisis ekonomi dan ketergantungan tinggi pada komponen impor dari Korea Selatan.

Untuk Esemka, Yannes menilai kegagalannya terletak pada minimnya riset pasar dan bobot politik yang terlalu tinggi, sehingga sulit bertahan dalam persaingan industri.

“Proyek mobil nasional kali ini harus dirancang sebagai agenda industri strategis jangka panjang dengan fondasi industri komponen dalam negeri dan model bisnis yang kuat,” tegas Yannes.

Dibutuhkan Konsorsium Nasional dan Transfer Teknologi yang Nyata

Agar program mobil nasional tidak sekadar menjadi simbol, Yannes menilai perlu adanya konsorsium nasional yang melibatkan berbagai pihak strategis. Ia menilai kolaborasi harus melibatkan BUMN seperti PT Pindad, sektor swasta yang kompeten, serta perguruan tinggi untuk mendukung riset, desain, dan manufaktur.

“Setiap kolaborasi internasional harus berbasis transfer teknologi inti yang mengikat, bukan sekadar perakitan. Kemudian, harus ada pembangunan masif industri komponen inti kendaraan dengan TKDN riil mencapai 80%-an dalam lima tahun ke depan,” jelasnya.

Langkah ini diyakini akan memperkuat basis industri otomotif dalam negeri, menciptakan lapangan kerja baru, serta meningkatkan kemampuan teknologi nasional agar Indonesia dapat bersaing di pasar regional dan global.

Industri Otomotif Dukung Penuh, Tapi Tunggu Aturan Resmi

Dukungan terhadap program mobil nasional juga datang dari para pelaku industri otomotif. Ketua Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Jongkie Sugiarto, menyatakan bahwa pihaknya siap mendukung langkah pemerintah, namun menunggu detail kebijakan resmi untuk mengetahui arah implementasinya.

“Gaikindo mendukung program pemerintah mengenai mobil nasional ini. Tetapi sebaiknya kita menunggu peraturan-peraturan dan persyaratannya terlebih dulu saja,” kata Jongkie.

Menurut Jongkie, industri otomotif memerlukan kejelasan regulasi dan kebijakan insentif, agar program ini bisa berjalan efektif tanpa mengganggu keseimbangan pasar yang sudah ada. Ia berharap pemerintah dapat menciptakan iklim bisnis yang kondusif dan berkeadilan antara produsen lokal dan global.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index