JAKARTA - Menjelang penghujung tahun 2025, kondisi harga-harga di dalam negeri menunjukkan tanda-tanda pendinginan. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Oktober 2025 diperkirakan mengalami deflasi bulanan sebesar 0,05% month to month (mtm). Angka ini berbalik arah dari inflasi sebesar 0,21% mtm yang tercatat pada September 2025.
Kepala Departemen Riset Makroekonomi & Pasar Keuangan, Permata Bank Permata Institute for Economic Research (PIER), Faisal Rachman, menjelaskan bahwa penurunan harga komoditas pangan serta adanya potongan harga tiket pesawat menjadi faktor utama penekan inflasi bulan ini.
“IHK diproyeksikan mencatat deflasi bulanan yang ringan pada Oktober 2025, didorong oleh penurunan harga pangan dan diskon tiket pesawat,” ujar Faisal.
Prediksi deflasi ini memperlihatkan bahwa tekanan inflasi domestik relatif terkendali, bahkan cenderung menurun menjelang periode libur akhir tahun.
Harga Pangan Utama Menurun
Faisal menjelaskan, komponen harga bergejolak (volatile food) menjadi penyumbang utama terjadinya deflasi. Penurunan harga terjadi pada beberapa komoditas utama, terutama cabai rawit, bawang merah, dan beras.
Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPSN), tren penurunan harga ini mulai terasa sejak awal Oktober 2025, seiring dengan membaiknya pasokan di tingkat petani dan distribusi yang lebih lancar setelah berkurangnya gangguan cuaca.
Kondisi ini memberikan napas lega bagi masyarakat dan pelaku usaha, terutama di sektor ritel dan konsumsi rumah tangga. Stabilnya harga kebutuhan pokok juga memperkuat optimisme bahwa inflasi pangan dapat terus terjaga hingga akhir tahun.
“Komponen harga volatil diperkirakan akan mengalami deflasi, didukung oleh penurunan harga komoditas pangan utama,” tambah Faisal.
Kebijakan Diskon Tiket Pesawat Bantu Turunkan IHK
Selain harga pangan, diskon tiket pesawat juga turut menjadi faktor penekan inflasi bulan ini. Pemerintah memberikan potongan harga sekitar 12%–14% untuk tiket penerbangan domestik yang dibeli mulai 22 Oktober 2025 hingga 10 Januari 2026.
Langkah ini diambil sebagai strategi untuk mengantisipasi lonjakan permintaan perjalanan selama musim liburan Natal dan Tahun Baru. Diskon tersebut bukan hanya meringankan beban masyarakat, tetapi juga berdampak langsung pada penurunan komponen harga yang diatur pemerintah (administered prices) dalam perhitungan IHK.
Dengan kebijakan ini, masyarakat diharapkan dapat tetap menikmati momentum liburan tanpa tekanan biaya transportasi yang tinggi.
“Komponen harga yang diatur pemerintah juga diproyeksikan mencatat deflasi bulanan, menyusul keputusan pemerintah untuk memberikan diskon tiket pesawat,” jelas Faisal.
Inflasi Inti Masih Stabil, Didorong Emas dan Nilai Tukar
Meski secara umum menunjukkan deflasi, inflasi inti justru sedikit meningkat dari 0,18% mtm menjadi 0,19% mtm. Hal ini mencerminkan adanya kenaikan harga emas yang berkelanjutan serta efek pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Secara kumulatif, inflasi IHK dari Januari hingga Oktober 2025 diperkirakan mencapai 1,77% year-to-date (ytd). Angka tersebut masih berada dalam kisaran target inflasi Bank Indonesia (BI), yakni 1,5%–3,5%.
“Secara kumulatif, inflasi IHK periode Januari–Oktober 2025 diperkirakan sebesar 1,77% year-to-date (ytd), tetap berada dalam kisaran target Bank Indonesia,” ungkap Faisal.
Dari sisi tahunan, inflasi Indonesia diproyeksikan sebesar 2,52% year on year (yoy) pada Oktober 2025, menurun dari 2,65% yoy pada September. Sementara itu, inflasi inti diperkirakan melemah menjadi 2,15% yoy, dari 2,19% yoy di bulan sebelumnya.
Ruang bagi BI Pertahankan Kebijakan Longgar
Dengan inflasi yang tetap terkendali, Bank Indonesia dinilai memiliki ruang yang cukup untuk melanjutkan kebijakan moneter longgar. Faisal memperkirakan BI masih berpotensi menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) sebelum akhir tahun.
“Kami masih melihat potensi penurunan suku bunga BI sebesar 25 bps sebelum akhir tahun,” katanya.
Langkah tersebut diharapkan dapat memperkuat pertumbuhan ekonomi nasional melalui peningkatan konsumsi dan investasi.
Tekanan Global Mulai Mereda
Lebih lanjut, Faisal menilai bahwa tekanan inflasi dari faktor eksternal mulai menunjukkan tanda-tanda mereda. Ketegangan geopolitik dan perang dagang global yang sempat memicu ketidakstabilan harga komoditas kini berangsur stabil.
Sementara itu, meskipun peluang penurunan suku bunga lanjutan oleh The Federal Reserve (The Fed) di sisa tahun 2025 menurun, pasar masih memperkirakan adanya penyesuaian kebijakan tambahan pada 2026.
Faisal menilai kondisi ini dapat membantu meredam kekhawatiran terhadap potensi depresiasi Rupiah di masa mendatang. Dengan demikian, risiko inflasi impor diperkirakan tetap terkendali.
“Hal ini dapat membantu meredakan kekhawatiran atas depresiasi Rupiah dalam jangka menengah hingga panjang, sehingga membatasi risiko inflasi yang diimpor,” ujarnya.
Stabilitas Harga Jadi Fondasi Optimisme Ekonomi
Prediksi deflasi pada Oktober 2025 menandakan bahwa stabilitas harga di Indonesia masih terjaga dengan baik. Faktor utama penurunan harga berasal dari perbaikan pasokan pangan dan kebijakan pemerintah yang pro-rakyat, seperti diskon tiket pesawat.
Dengan inflasi yang tetap dalam rentang target dan tekanan eksternal yang mulai mereda, Bank Indonesia memiliki ruang untuk menjaga keseimbangan antara pertumbuhan dan stabilitas.