Otomotif

Stimulus Pemerintah 2026 Penentu Arah Pasar Otomotif

Stimulus Pemerintah 2026 Penentu Arah Pasar Otomotif
Stimulus Pemerintah 2026 Penentu Arah Pasar Otomotif

JAKARTA - Di tengah melemahnya penjualan kendaraan sepanjang 2025, wacana pemerintah menyiapkan stimulus bagi industri otomotif pada 2026 langsung menjadi sorotan. 

Para pelaku industri melihat langkah tersebut sebagai peluang untuk memperbaiki kondisi pasar yang sedang lesu dan mengembalikan optimisme konsumen.

Marketing & Customer Relations Division Head Astra International Daihatsu Sales Operation, Tri Mulyono, menilai kebijakan insentif sangat dibutuhkan agar pasar domestik bisa kembali bergerak. Menurutnya, kondisi pasar saat ini belum stabil karena dipengaruhi berbagai faktor eksternal dan internal.

Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan penurunan penjualan wholesale hingga Oktober 2025 mencapai 10,6% dibandingkan tahun sebelumnya. Angka tersebut mengindikasikan tekanan pasar yang tidak bisa diatasi hanya oleh pelaku industri, tetapi membutuhkan intervensi pemerintah.

Tri menyebutkan tekanan global, daya beli menurun, serta meningkatnya rasio kredit bermasalah menjadi kombinasi faktor penyebab perlambatan. “Kami berharap sampai akhir 2025 pasar otomotif nasional dapat bertumbuh dan Daihatsu bisa berkontribusi positif atas pertumbuhan yang terjadi,” ujarnya.

Ia mengungkapkan bahwa bentuk insentif seperti keringanan pajak maupun subsidi pembelian berpotensi mendorong minat konsumen. “Kami menunggu informasi yang lebih detail terkait dengan wacana kebijakan ini,” lanjutnya.

Optimisme Muncul dari Produsen Mobil

Pandangan serupa juga diungkapkan oleh Sales, Marketing & After Sales Operations Director PT Honda Prospect Motor, Yusak Billy. Ia menilai penurunan penjualan pada 2025 tak lepas dari pelemahan daya beli dan ketatnya pembiayaan oleh lembaga keuangan.

Namun, Yusak masih optimistis pemulihan dapat terjadi pada 2026. Menurutnya, tingkat kepemilikan mobil di Indonesia yang masih rendah akan menjadi fondasi kuat bagi pertumbuhan pasar, terutama jika didukung kebijakan pemerintah.

“Dengan dukungan kebijakan pemerintah dan tingkat kepemilikan mobil yang masih rendah, kami optimistis pasar dapat kembali bertumbuh pada 2026,” kata Yusak. Ia menambahkan bahwa stimulus menjadi dorongan penting bagi konsumen yang masih menunda pembelian.

“Dari sisi kami, bentuk dukungan apa pun tentu akan membantu mendorong minat beli dan memberikan dampak positif bagi industri secara keseluruhan,” tegasnya. Hal ini menjadi sinyal bahwa produsen siap menyesuaikan strategi sepanjang kebijakan pemerintah memberikan ruang pertumbuhan yang lebih besar.

Industri Komponen Ikut Menekan Rem

Tak hanya penjualan kendaraan, industri komponen juga merasakan dampaknya. Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM), Rachmad Basuki, menyampaikan bahwa penurunan permintaan kendaraan langsung berpengaruh pada volume produksi komponen.

Rachmad menilai tanpa langkah progresif, prospek industri pada 2026 dapat stagnan dan membuat investor ragu mempertahankan investasi. Ia berharap skema stimulus dapat merujuk pada keberhasilan insentif saat pandemi Covid-19 yang terbukti menghidupkan pasar.

Ia juga menegaskan pentingnya insentif yang berpihak pada produk dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 60%. “Yang penting industri otomotif jangan terus turun, lama-lama investor nggak tahan dan akan cari market besar yang lagi tumbuh,” ujarnya.

Stimulus yang diarahkan ke produk ber-TKDN tinggi diyakini mampu memperkuat rantai pasok serta mengurangi ketergantungan impor. Di tengah upaya Indonesia mendorong industrialisasi, kebijakan seperti ini dianggap penting untuk menjaga daya saing jangka panjang.

Pandangan Akademisi: Insentif Harus Tepat Sasaran

Pakar otomotif Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, menilai stimulus merupakan langkah strategis untuk mengatasi tantangan struktural industri otomotif. Menurutnya, daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah yang melemah menjadi hambatan utama yang perlu diatasi.

Ia mengusulkan opsi insentif berupa PPnBM Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) khusus segmen Low Cost Green Car (LCGC) berbasis mesin pembakaran internal. Kebijakan seperti ini dinilai dapat memberikan dampak cepat karena menyasar segmen pasar dengan basis permintaan terbesar.

Selain itu, Yannes menekankan perlunya insentif kendaraan listrik dan hybrid yang terhubung dengan peningkatan TKDN. Strategi tersebut akan memperkuat rantai pasok domestik sekaligus menekan impor kendaraan Completely Built Up (CBU).

Ia juga menyoroti pentingnya insentif untuk kendaraan roda dua, terutama motor listrik yang memiliki potensi pasar sangat besar. “Perlu segera on lagi insentif baru dengan besaran bervariasi menyesuaikan teknologi dan harga, agar industrinya dapat bernapas kembali,” ujarnya.

Menurut Yannes, fleksibilitas besaran insentif akan membuat kebijakan lebih tepat sasaran dan menyentuh berbagai lapisan konsumen. Selain meningkatkan permintaan, kebijakan tersebut juga dapat mendorong percepatan elektrifikasi yang sedang digencarkan pemerintah.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index