Pemerintah Perketat Impor Tekstil Ilegal demi Lindungi UMKM

Jumat, 21 November 2025 | 09:55:45 WIB
Pemerintah Perketat Impor Tekstil Ilegal demi Lindungi UMKM

JAKARTA - Gelombang keresahan para pelaku usaha ritel, termasuk pedagang pakaian bekas impor atau thrifting, kembali memunculkan sorotan terhadap maraknya tekstil ilegal yang beredar di pasar. 

Untuk merespons situasi tersebut, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan bahwa pemerintah kini mengambil langkah langsung di titik pertama masuknya barang, yaitu pelabuhan.

Menurutnya, pengetatan di pintu masuk akan menjadi kunci mengendalikan peredaran tekstil ilegal yang selama ini dituding merugikan industri lokal dan UMKM. Tindakan ini sekaligus menjawab polemik antara pelaku thrifting dan impor tekstil asal China yang disebut mendominasi pasar.

Pengawasan Diperketat di Pelabuhan

Purbaya menegaskan bahwa strategi pemerintah ke depan adalah memperkuat pemeriksaan sejak barang tiba di pelabuhan. Ia menyebut, pengawasan akan dilakukan secara detail untuk memastikan setiap impor yang masuk sesuai aturan dan tidak ada celah bagi pelaku penyelundupan.

“Nanti kita cegah di pelabuhan, kita periksa lebih teliti lagi, [dan] kita akan investigasi lebih dalam dari kasus-kasus yang nyelundup,” kata Purbaya dalam agenda APBN Kita di Jakarta, Kamis (20/11/2025).

Ia menambahkan bahwa upaya investigasi yang lebih mendalam akan membantu mengidentifikasi siapa importir yang selama ini memainkan impor tekstil ilegal. Dengan pemantauan ketat dan sistem yang diperkuat, pemerintah berharap praktik lama yang kerap lolos dari pengawasan tidak dapat terjadi kembali.

“Kalau dulu bisa lepas, ke depan-depan enggak bisa lagi. Jadi memang kalau [ada impor] ilegal ya kita beresin,” tegasnya.

Pedagang Thrifting Sampaikan Keluhan ke DPR

Isu tekstil impor ilegal tidak hanya dikeluhkan pelaku industri lokal, tetapi juga oleh pedagang thrifting yang merasa terimbas oleh maraknya barang tekstil baru dari luar negeri. Sebelumnya, sejumlah pedagang thrifting mendatangi Badan Aspirasi Masyarakat DPR RI untuk menyampaikan keresahan mereka.

“Kami mengharapkan untuk ada solusi jangka pendek, jangka panjang, bila perlu hasil yang menetap untuk usaha thrifting ini, Pak,” kata Rifai Silalahi, Pedagang Thrifting Pasar Senin, Rabu.

Menurut Rifai, usaha thrifting sebenarnya termasuk bagian dari UMKM, sehingga seringnya mereka dituding merusak pasar UMKM dianggap tidak tepat. Ia menilai persoalan yang lebih mendasar justru berasal dari banjirnya tekstil impor baru dari China.

“Jadi selama ini usaha thrifting ini diidentikan mengganggu UMKM di Indonesia. Jadi kami perlu garis bawahi, Pak, bahwa thrifting ini juga bagian dari UMKM,” ujarnya.

Pasar Berbeda, Persaingan Tidak Langsung

Rifai menegaskan bahwa produk thrifting memiliki segmen pasar yang berbeda dengan barang industri tekstil lokal. Oleh karena itu, ia menilai tidak adil jika thrifting yang disalahkan dalam melemahnya sebagian pelaku usaha kecil di sektor sandang.

“Sebenarnya bukan thrifting yang membunuh UMKM, tapi lebih kepada pakaian-pakaian impor China yang hampir menguasai kurang lebih 80% pangsa pasar di Indonesia,” jelasnya sambil mengklaim telah memegang data tersebut.

Ia juga menyampaikan bahwa tudingan terhadap thrifting muncul hampir setiap tahun, dan hal itu mulai menimbulkan kecurigaan. Rifai menyebut bisa jadi isu tersebut sengaja digoreng karena adanya kepentingan pihak tertentu yang ingin mempertahankan dominasi tekstil impor dari China yang semakin membanjiri pasar Tanah Air.

“Mungkin kehadiran thrifting ini mulai mengganggu pangsa pasar barang-barang yang masuk dari Cina yang bebas sekarang ini,” katanya.

Pemerintah Fokus Berantas Tekstil Ilegal

Langkah Kemenkeu dalam memperkuat pengawasan di pelabuhan dinilai menjadi sinyal keseriusan pemerintah memberantas impor tekstil ilegal. 

Dalam berbagai kesempatan, pemerintah menegaskan bahwa regulasi terhadap thrifting bukan semata untuk membatasi usaha kecil, tetapi lebih kepada menjaga tata niaga dan melindungi industri lokal dari praktik curang yang merugikan negara.

Dengan pengawasan berlapis dan investigasi lebih tajam, pemerintah berharap aliran barang ilegal dapat ditekan secara signifikan. Selain itu, pengendalian penyelundupan tekstil ini juga menjadi bagian penting dalam menjaga stabilitas pasar serta persaingan usaha yang sehat.

Meskipun demikian, dialog antara pemerintah dan pelaku usaha thrifting masih dibutuhkan agar kebijakan yang diterapkan tetap mempertimbangkan keberlangsungan UMKM sekaligus menjaga kepatuhan terhadap aturan perdagangan.

Analisis Dampak dan Konteks Kebijakan

Pengetatan pengawasan impor bukan kebijakan yang berdiri sendiri. Dalam konteks ekonomi lebih luas, pemerintah tengah menghadapi tantangan menyeimbangkan perlindungan industri lokal dengan kebutuhan konsumen terhadap variasi produk dengan harga terjangkau.

Impor tekstil ilegal tidak hanya berdampak pada UMKM dan industri lokal, tetapi juga pada penerimaan negara karena hilangnya potensi pajak dan bea masuk. Oleh karena itu, memperkuat sistem deteksi dini di pelabuhan menjadi strategi yang dianggap efektif.

Di sisi lain, keberadaan usaha thrifting telah menjadi bagian dari budaya konsumen, terutama di kalangan anak muda yang memilih pakaian bekas sebagai alternatif gaya hidup dan harga yang lebih ramah kantong. Artinya, kebijakan terkait thrifting dan tekstil impor harus mempertimbangkan dinamika sosial ekonomi yang kompleks.

Selama kepatuhan terhadap regulasi ditegakkan dan impor ilegal diberantas, ruang usaha bagi pelaku thrifting tetap dapat dipertahankan tanpa mengorbankan kepentingan industri lokal.

Terkini

Kemenkop dan PWI Bersinergi Dongkrak Kebangkitan Koperasi

Jumat, 21 November 2025 | 13:38:55 WIB

Kemenekraf Dorong Buku Promosikan Lokasi Syuting Indonesia

Jumat, 21 November 2025 | 13:38:51 WIB

Mendikti Dorong Lulusan Sarjana Indonesia Kerja Global

Jumat, 21 November 2025 | 13:38:48 WIB

PNBP ESDM Capai 85 Persen Target APBN 2025

Jumat, 21 November 2025 | 13:38:44 WIB

BPKH Jajaki Investasi King Salman Gate di Makkah

Jumat, 21 November 2025 | 13:38:42 WIB