Bahaya Vaping pada Remaja: Popcorn Lung Mengintai Paru-Paru

Selasa, 18 November 2025 | 13:34:03 WIB
Bahaya Vaping pada Remaja: Popcorn Lung Mengintai Paru-Paru

JAKARTA - Popularitas rokok elektronik atau vape meningkat pesat, terutama di kalangan remaja. 

Data CDC pada 2022 menunjukkan 14,1% siswa SMA di Amerika Serikat menggunakan e-cigarette.

Meski ada batasan usia pembelian, tren ini tetap naik, menunjukkan bahwa batasan hukum saja tidak cukup untuk mencegah penggunaan di kelompok muda.

Bagaimana Vape Bekerja dan Kandungan Berbahayanya

Vaping melibatkan pemanasan cairan (e-liquid) hingga menjadi aerosol yang dihirup ke paru-paru. Perangkatnya beragam, mulai vape pen, mod, hingga e-hookah, tetapi prinsipnya sama: memanaskan cairan berisi nikotin, THC, perasa, atau bahan kimia lainnya.

Meskipun terlihat seperti uap air, aerosol mengandung nikotin, partikel ultra halus, bahan organik volatil, hingga logam berat seperti timbal dan nikel. Beberapa perasa bahkan mengandung diacetyl, zat yang dikaitkan dengan penyakit paru serius.

EVALI dan Popcorn Lung: Risiko Serius Paru-Paru

Pada 2019, kasus EVALI (e-cigarette or vaping product use-associated lung injury) sempat memicu kepanikan publik. CDC mencatat lebih dari 2.800 kasus, dengan 68 kematian. Mayoritas korban adalah remaja dan dewasa muda.

Selain EVALI, pengguna vape juga berisiko mengalami popcorn lung atau bronchiolitis obliterans. Zat diacetyl yang ada pada beberapa cairan vape bisa merusak saluran udara kecil, menimbulkan batuk kronis dan sesak napas.

Ketergantungan Nikotin dan Risiko Kesehatan Jangka Panjang

Vape tidak hanya berdampak pada paru-paru, tetapi juga meningkatkan risiko ketergantungan nikotin. Banyak cairan vape memiliki kandungan nikotin tinggi, bahkan produk yang diklaim bebas nikotin tetap mengandung zat tersebut.

Paparan nikotin pada remaja bisa mengganggu perkembangan otak, mengurangi kemampuan fokus, dan meningkatkan kecanduan di masa depan. Selain itu, vaping meningkatkan kemungkinan beralih ke rokok konvensional.

Bahan Kimia Karsinogenik dan Bahaya Lain

Selain nikotin, aerosol vape mengandung logam berat dan bahan organik volatil yang bersifat karsinogenik. Paparan berulang bisa meningkatkan risiko kanker dan gangguan pernapasan.

Selain risiko kesehatan, pengguna juga menghadapi bahaya fisik seperti ledakan perangkat akibat kerusakan baterai. Ibu hamil yang menggunakan vape berisiko memengaruhi perkembangan janin karena nikotin dan bahan kimia lain.

Efektivitas Vaping sebagai Alternatif Masih Diperdebatkan

Beberapa orang menggunakan vape untuk berhenti merokok. Namun, banyak pengguna tetap merokok tembakau sekaligus, fenomena yang dikenal sebagai dual use. FDA belum menyetujui vape sebagai alat resmi berhenti merokok.

Kurangnya regulasi membuat kandungan e-liquid sangat bervariasi. Efek jangka panjangnya masih belum jelas, sehingga klaim keamanan vape dibanding rokok konvensional belum dapat dipastikan.

Rekomendasi Kesehatan dan Pencegahan

Otoritas kesehatan menekankan kehati-hatian: hindari produk ilegal, cairan modifikasi, atau vape berisi THC yang tidak terverifikasi. Paru-paru manusia dirancang untuk udara bersih, bukan aerosol kimia.

Dengan berbagai risiko yang sudah terbukti, vaping tetap berada dalam area abu-abu. Meski tampak lebih “ringan”, efek jangka panjang pada remaja bisa serius, bahkan mengancam kesehatan paru-paru seumur hidup.

Terkini

Cloudflare Pulih Total Usai Gangguan Global Internet

Rabu, 19 November 2025 | 10:17:30 WIB

Google Rilis Gemini 3, AI Baru Penantang GPT-5

Rabu, 19 November 2025 | 10:17:27 WIB

Keberangkatan Timnas U22 Indonesia Menuju SEA Games 2025

Rabu, 19 November 2025 | 10:17:25 WIB