JAKARTA - Pergerakan harga emas kembali menunjukkan pelemahan setelah sentimen global menempatkan logam mulia ini dalam tekanan yang lebih besar.
Dalam tiga hari terakhir, harga emas dunia mengalami penurunan berturut-turut karena pasar merespons menguatnya dolar Amerika Serikat (AS) dan menurunnya ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Federal Reserve (The Fed). Situasi ini menciptakan ketidakpastian bagi investor yang sebelumnya memanfaatkan emas sebagai aset lindung nilai.
Tren koreksi yang terjadi sejak akhir pekan memperlihatkan bahwa pelaku pasar kini lebih berhati-hati. Faktor eksternal seperti kebijakan moneter AS serta penantian data ekonomi yang dirilis pekan ini membuat arah harga emas berpotensi semakin fluktuatif.
Dolar Menguat, Ekspektasi Rate Cut Menurun
Pada perdagangan Senin, harga emas ambruk 0,86% menjadi US$4.044,25 per troy ons, yang memperpanjang penurunan hingga 3,7% dalam tiga hari. Bahkan pada sesi intraday, harga sempat menyentuh pelemahan hingga 1% ke level US$4.006,30 per troy ons. Kondisi ini menunjukkan tekanan teknikal maupun fundamental yang cukup besar.
Memasuki perdagangan Selasa pukul 06.02 WIB, harga emas spot sedikit menguat 0,21% menjadi US$4.052,24 per troy ons. Kenaikan tipis ini belum cukup mengimbangi tekanan yang terjadi sepanjang beberapa hari terakhir, terutama karena faktor penguatan dolar.
Penguatan dolar terlihat dari kenaikan indeks dolar AS (DXY) sebesar 0,24% ke posisi 99,53 pada perdagangan Senin. Dolar yang menguat otomatis membuat emas menjadi lebih mahal bagi pemegang mata uang lain, sehingga menekan permintaan.
"Pasar mengalami beberapa pergerakan fluktuatif menjelang rilis data ekonomi yang diperkirakan akan melimpah setelah pemerintah AS dibuka kembali. Saat ini, ekspektasi terhadap penurunan suku bunga The Fed lebih rendah, yang telah mengurangi optimisme terhadap emas," ujar David Meger, Direktur Perdagangan Logam di High Ridge Futures.
Sentimen The Fed dan Data Ekonomi Pekan Ini
Pasar kini menantikan beberapa rilis data penting pekan ini, salah satunya data ketenagakerjaan AS bulan September yang akan dirilis Kamis.
Selain itu, pelaku pasar juga menunggu risalah rapat terakhir The Fed pada Rabu, di mana bank sentral AS sebelumnya memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin. Risalah ini diperkirakan memberikan petunjuk tambahan terkait arah kebijakan selanjutnya.
Meski The Fed telah mulai menurunkan suku bunga, semakin banyak pejabat bank sentral yang mempertahankan sikap hawkish. Mereka menilai bahwa pemangkasan suku bunga berikutnya tidak dapat dilakukan secara agresif karena risiko inflasi masih harus diawasi.
Probabilitas penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin pada Desember kini turun menjadi 41%, padahal pekan lalu berada di atas 60%. Penurunan ekspektasi inilah yang membuat harga emas melemah, karena emas cenderung berkinerja lebih baik dalam lingkungan suku bunga rendah.
Wakil Ketua The Fed, Philip Jefferson, menegaskan hal tersebut dengan mengatakan bahwa bank sentral perlu berhati-hati dan melakukan pemangkasan secara perlahan karena kebijakan moneter sedang menuju tingkat yang dapat menghentikan tekanan inflasi.
Prospek Harga Emas Masih Bergantung pada Kebijakan Moneternya
Dalam kondisi cenderung tidak menentu, emas yang selama ini menjadi safe haven kembali diuji ketahanannya. Emas tidak memberikan imbal hasil seperti instrumen berbunga, sehingga ketika suku bunga tinggi atau dolar menguat, minat terhadap emas dapat melemah.
Namun di sisi lain, ketidakpastian ekonomi global masih berpotensi menjadi penopang harga dalam jangka panjang.
Analis dari Scotiabank memperkirakan harga emas dapat turun ke level US$3.800 per troy ons pada tahun 2026. Angka ini masih lebih tinggi dibandingkan proyeksi tahun ini, yaitu US$3.450 per troy ons.
Menurut mereka, kondisi ekonomi global yang tidak stabil serta potensi penurunan suku bunga riil dapat menjadi faktor penentu pergerakan emas dalam jangka panjang.
Meski proyeksi tersebut menunjukkan kemungkinan koreksi harga, analis tetap menilai emas sebagai instrumen penting dalam diversifikasi portofolio.
Ketidakpastian geopolitik, tekanan ekonomi, dan risiko resesi global tetap menjadi faktor yang mendorong permintaan emas, meski tidak secara konsisten mengangkat harganya dalam jangka pendek.
Ketidakpastian Tetap Membayangi Pergerakan Emas ke Depan
Situasi harga emas dalam beberapa hari terakhir mencerminkan kombinasi faktor yang bergerak bersamaan: penguatan dolar, penurunan ekspektasi pemangkasan suku bunga, serta penantian data ekonomi penting. Kondisi ini membuat emas sangat sensitif terhadap setiap rilis data dan pernyataan pejabat The Fed.
Investor kini harus memperhitungkan berbagai kemungkinan pergerakan kebijakan moneter dan bagaimana sentimen global akan berkembang seiring rilis data ekonomi AS. Jika data menunjukkan kondisi pasar tenaga kerja masih kuat, ekspektasi pemangkasan suku bunga bisa kembali turun, yang berpotensi menambah tekanan pada harga emas.
Sebaliknya, jika data menunjukkan pelemahan ekonomi atau risiko inflasi yang turun, peluang pemangkasan suku bunga dapat kembali meningkat—yang pada gilirannya menjadi sentimen positif bagi emas.
Untuk saat ini, arah harga emas masih bergantung pada dinamika kebijakan The Fed dan respons pasar terhadap dolar AS. Dengan prospek yang berubah-ubah, pelaku pasar perlu mencermati perkembangan global agar dapat membaca arah pergerakan emas dalam jangka pendek maupun panjang.