JAKARTA - Di tengah meningkatnya perhatian dunia terhadap upaya pelestarian keanekaragaman hayati, Indonesia mengambil langkah strategis dengan mempertegas komitmennya pada tata kelola kredit alam dalam forum internasional.
Pada Konferensi Perubahan Iklim Ke-30 PBB (COP30) di Belém, Brasil, pemerintah menegaskan bahwa skema kredit alam hanya akan efektif apabila dijalankan melalui kebijakan yang kuat, prinsip transparansi, dan akuntabilitas menyeluruh.
Pendekatan ini menandai arah baru Indonesia dalam mengelola sumber daya alam. Pemerintah memandang bahwa segala bentuk kredit alam harus mengedepankan manfaat jangka panjang, baik bagi keanekaragaman hayati maupun masyarakat adat dan komunitas lokal yang selama ini menjadi penjaga kawasan bernilai ekologis tinggi.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyampaikan bahwa legitimasi kebijakan menjadi syarat mutlak. “Mekanisme kredit alam hanya bermakna jika dilegitimasi oleh kebijakan dan dijalankan dengan prinsip transparansi serta akuntabilitas.
Indonesia menuntut jaminan bahwa manfaatnya mengalir langsung kepada masyarakat setempat sekaligus menjaga keanekaragaman hayati dalam jangka panjang,” ujarnya di Paviliun Indonesia, COP30.
Peran Indonesia dalam Nature Credit Policy Forum
Pernyataan tersebut disampaikan ketika International Advisory Panel on Biodiversity Credits (IAPB) meluncurkan Nature Credit Policy Forum, sebuah inisiatif global yang mendorong terbentuknya pasar kredit alam yang berintegritas tinggi.
Forum ini menjadi ruang kolaborasi antara pemerintah, pembuat kebijakan, dan lembaga keuangan pembangunan publik untuk mempercepat pengembangan pasar kredit alam yang transparan dan dapat diverifikasi.
Indonesia, bersama Prancis dan Inggris, menjadi negara pertama yang bergabung dalam forum tersebut. Partisipasi dini Indonesia menunjukkan komitmen kuat dalam memimpin dialog internasional terkait pemulihan alam, sekaligus memastikan bahwa pasar kredit alam berkembang sesuai prinsip keberlanjutan.
Inisiatif ini diharapkan dapat memperkuat pengembangan kebijakan global melalui mekanisme pembelajaran sejawat dan koordinasi lintas negara. Dengan keterlibatan Indonesia, forum ini semakin relevan bagi negara-negara yang memiliki kekayaan biodiversitas tinggi dan memerlukan struktur pendanaan yang lebih inklusif.
Peluncuran forum ini juga menjadi penegas bahwa Indonesia aktif dalam merumuskan kebijakan yang memberi ruang bagi masyarakat adat dan komunitas lokal sebagai aktor kunci dalam pemulihan alam.
Hal ini selaras dengan dorongan global untuk meningkatkan peran penjaga ekosistem dalam pengelolaan karbon dan keanekaragaman hayati.
Dorongan Internasional untuk Capaian Target 2030
Nature Credit Policy Forum hadir pada momentum penting menjelang tenggat pencapaian Target 2030 dalam Kesepakatan Kunming–Montreal, yang menjadi dasar upaya global menghentikan laju hilangnya keanekaragaman hayati.
Dengan waktu yang tersisa hanya empat tahun, negara-negara membutuhkan dukungan kebijakan dan pembiayaan yang lebih terarah.
Forum ini menjadi salah satu instrumen untuk memperkuat Kerangka Kerja IAPB. Mobilisasi pembiayaan menjadi fokus utama, terutama pendanaan yang sesuai dengan kebijakan publik serta mampu meningkatkan penghargaan terhadap peran masyarakat yang menjaga ekosistem di tingkat tapak.
Keterlibatan Indonesia penting karena negara ini memiliki salah satu kekayaan hayati terbesar di dunia. Dari hutan tropis, kawasan pesisir, hingga ekosistem laut, semua menjadi sumber nilai ekologis yang membutuhkan perlindungan berbasis pembiayaan yang tepat sasaran.
Forum ini juga menjadi ruang evaluasi kebijakan secara global, mengidentifikasi tantangan yang muncul, serta mencari solusi inovatif dalam tata kelola kredit alam. Dengan demikian, negara-negara anggota dapat menyusun strategi yang lebih komprehensif dalam pemulihan ekosistem.
Ruang Kerja Sama untuk Penguatan Regulasi Kredit Alam
Policy Forum dirancang sebagai tempat bertukar pengalaman antarnegara mengenai tata kelola, regulasi, hingga metode verifikasi kredit alam. Di forum ini, pemerintah dapat membahas tantangan implementasi di negara masing-masing, termasuk kebutuhan harmonisasi standar dan mekanisme penilaian integritas.
Indonesia menilai bahwa pasar kredit alam tidak bisa hanya mengandalkan mekanisme ekonomi. Diperlukan regulasi kuat agar manfaatnya tidak hilang pada rantai distribusi atau terpusat pada satu kelompok saja. Prinsip keadilan ekologis dan kesejahteraan masyarakat lokal harus menjadi fondasi dalam desain pasar.
Karena itu, forum ini diharapkan menjadi wadah penyusunan standar bersama, terutama dalam memastikan kredibilitas bio-kredit, validitas data, serta pengawasan terhadap implementasi di lapangan.
Standar yang kuat akan menjadi acuan untuk membangun pasar yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga menegakkan integritas ekosistem.
Buruknya tata kelola dapat menciptakan distorsi pasar, merugikan masyarakat lokal, atau bahkan membuka peluang eksploitasi. Ini yang ingin dicegah melalui mekanisme internasional yang lebih transparan dan terukur.
Membawa Kredit Alam ke Level yang Lebih Bertanggung Jawab
Dengan partisipasi aktif di COP30 dan bergabung dalam Nature Credit Policy Forum, Indonesia menegaskan posisinya sebagai negara yang berperan penting dalam tata kelola keanekaragaman hayati global.
Komitmen yang disuarakan Menteri Hanif bukan hanya mengenai pengaturan teknis, tetapi penegasan bahwa kredit alam harus menjadi instrumen yang adil, transparan, dan memberi manfaat nyata.
Melalui forum ini, Indonesia mendapatkan kesempatan memperkuat regulasi domestik, memperluas kerja sama internasional, dan memastikan bahwa skema kredit alam berjalan sesuai prinsip perlindungan ekosistem. Langkah ini menjadi bagian dari upaya yang lebih besar dalam mencapai target iklim dan biodiversitas pada 2030.