JAKARTA - Upaya pemerintah dalam memperkuat posisi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terus berlanjut, kali ini melalui langkah strategis untuk mengoptimalkan pemanfaatan ruang komersial di fasilitas publik. Berdasarkan data terbaru, dari total area komersial nasional seluas 971.206 meter persegi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2021, baru 40,08 persen atau sekitar 389.230 meter persegi yang telah digunakan oleh pelaku UMKM.
Artinya, masih ada lebih dari setengah kapasitas ruang publik yang bisa diisi oleh pelaku usaha kecil di berbagai lokasi strategis seperti bandara, pelabuhan, terminal, hingga rest area. Menteri UMKM Maman Abdurrahman menilai kondisi ini menjadi tantangan sekaligus peluang besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi rakyat.
“Kita nanti next step-nya akan koordinasi dengan pihak-pihak pengelola fasilitas publik ini untuk kita tanyakan, kenapa yang kayak bandara ini baru 38 persen yang terisi UMKM. Kenapa rest area baru 66 persen, terminal baru 64 persen. Jadi ini yang juga lagi mau kita dorong,” ujar Maman dalam konferensi pers di Kantor Kementerian UMKM, Jakarta Selatan.
Bandara Jadi Fokus Optimalisasi, Keterisian UMKM Baru 38 Persen
Dalam paparannya, Maman menjelaskan bahwa tingkat keterisian ruang komersial oleh UMKM sangat bervariasi tergantung jenis fasilitas publiknya. Salah satu yang masih memiliki ruang paling luas untuk dioptimalkan adalah bandara, yang baru terisi 38,08 persen dari total area komersial 43.038 meter persegi. Artinya, masih ada lebih dari 26.000 meter persegi yang belum dimanfaatkan oleh pelaku UMKM.
Kementerian UMKM menilai bandara merupakan lokasi potensial dengan lalu lintas tinggi yang bisa menjadi etalase produk lokal unggulan daerah. Melalui kerja sama dengan pengelola bandara dan BUMN terkait, pemerintah berencana untuk mendorong pelaku UMKM agar bisa hadir di area komersial bandara dengan skema kemitraan yang lebih inklusif.
“Kita ingin memastikan bahwa fasilitas publik seperti bandara juga bisa menjadi etalase produk UMKM. Ada banyak peluang di sana, tetapi memang perlu sinergi antara pengelola dan pelaku usaha kecil agar bisa berjalan efektif,” tutur Maman.
Selain bandara, terminal dan rest area juga menjadi fokus berikutnya. Data menunjukkan bahwa rest area telah terisi 66,28 persen, sedangkan terminal baru mencapai 64,70 persen. Meskipun lebih tinggi dari bandara, angka tersebut tetap menunjukkan bahwa masih ada ruang besar bagi UMKM untuk berkembang di sektor ini.
Kemenkop UMKM Perkuat Koordinasi dengan Pengelola Fasilitas Publik
Kementerian UMKM kini sedang menyiapkan langkah lanjutan berupa koordinasi intensif dengan pengelola fasilitas publik seperti PT Angkasa Pura, PT KAI, dan operator pelabuhan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi kendala yang membuat tingkat keterisian masih rendah serta mencari solusi agar akses UMKM terhadap ruang publik lebih mudah.
Menurut Maman, beberapa hambatan yang sering ditemui antara lain biaya sewa yang masih tinggi, persyaratan administrasi yang rumit, serta minimnya informasi dan promosi terkait peluang ruang komersial di fasilitas publik. Oleh karena itu, pemerintah berkomitmen untuk menciptakan mekanisme yang lebih sederhana dan terjangkau agar pelaku usaha kecil bisa turut berpartisipasi.
“Rasio keterisian ini ada di bandara dari total 43.038 meter persegi baru terisi 16.390 meter persegi, atau sekitar 38,08 persen. Artinya masih ada sekitar 60 persen penuh luasan area yang masih bisa ditempati UMKM,” jelas Maman.
Kementerian juga akan mendorong digitalisasi data ruang publik agar pelaku UMKM dapat dengan mudah mengetahui lokasi yang tersedia, harga sewa, dan mekanisme pendaftaran secara daring. Dengan demikian, prosesnya diharapkan menjadi lebih transparan dan efisien.
Pemanfaatan Ruang Publik Jadi Strategi Perluasan Akses Pasar UMKM
Bagi Kementerian UMKM, optimalisasi pemanfaatan ruang publik bukan sekadar persoalan penggunaan area kosong, melainkan bagian dari strategi besar untuk memperluas akses pasar bagi pelaku usaha kecil. Melalui kebijakan ini, pemerintah ingin memastikan bahwa produk UMKM bisa lebih mudah menjangkau konsumen di titik-titik mobilitas tinggi, seperti bandara, pelabuhan, terminal, dan rest area tol.
Maman menekankan bahwa pemanfaatan area publik memiliki potensi besar untuk meningkatkan pendapatan pelaku UMKM sekaligus memperkuat citra produk lokal di mata wisatawan domestik maupun mancanegara.
“Tampilan data ini sebagai bagian dari upaya kita untuk menindaklanjuti serta memberikan ruang kesempatan sebesar-besarnya kepada UMKM untuk bisa menggunakan fasilitas publik kita untuk berjualan,” ujar Maman.
Selain itu, kebijakan ini juga diharapkan mampu mendorong pemerataan ekonomi antarwilayah, terutama di daerah yang memiliki fasilitas publik besar namun belum dimanfaatkan optimal. Dengan membuka akses bagi UMKM lokal, perputaran ekonomi di sekitar area publik akan meningkat, menciptakan lapangan kerja baru, serta memperkuat rantai pasok daerah.
Langkah Lanjutan: Pemerintah Siapkan Evaluasi dan Insentif Baru
Sebagai tindak lanjut dari evaluasi keterisian ruang publik, Kementerian UMKM berencana melakukan audit menyeluruh terhadap ketersediaan dan pemanfaatan ruang komersial di seluruh Indonesia. Data tersebut akan dijadikan acuan untuk menentukan kebijakan insentif atau penyesuaian regulasi yang dapat mempercepat keterlibatan UMKM.
Kementerian juga akan menggandeng pemerintah daerah untuk mendorong sinergi program pemanfaatan fasilitas publik di tingkat lokal. Melalui kerja sama lintas instansi, diharapkan hambatan administratif dan finansial yang selama ini menghambat pelaku UMKM bisa diatasi.
Langkah ini menjadi bagian dari visi pemerintah untuk menciptakan ekosistem usaha kecil yang lebih kuat, inklusif, dan berkelanjutan. Dengan pemanfaatan ruang publik yang optimal, pelaku UMKM tidak hanya mendapatkan tempat untuk berjualan, tetapi juga akses terhadap konsumen yang lebih luas dan peluang ekspansi bisnis yang lebih besar.