JAKARTA - Cuaca ekstrem diperkirakan akan kembali mewarnai langit Indonesia dalam sepekan ke depan. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap bahwa hujan dengan intensitas tinggi berpotensi mengguyur sebagian besar wilayah Indonesia mulai 28 Oktober hingga 3 November 2025.
Fenomena ini bukan sekadar hujan musiman, melainkan hasil dari interaksi kompleks antara faktor atmosfer global dan lokal yang menciptakan kondisi udara labil serta mempercepat pembentukan awan hujan.
Menurut BMKG, fase ini menandai peralihan signifikan dari cuaca panas menuju periode hujan lebat, sehingga masyarakat perlu mewaspadai potensi banjir, genangan, hingga longsor di sejumlah daerah.
“Selama sepekan ke depan, pertumbuhan awan hujan signifikan berpotensi terjadi di sejumlah wilayah Indonesia. Kondisi ini dipicu oleh interaksi faktor atmosfer yang mendukung perkembangan awan konvektif,” tulis BMKG dalam laporan Prospek Cuaca Mingguan.
Perubahan Atmosfer Jadi Pemicu Utama Cuaca Ekstrem
BMKG menjelaskan bahwa fenomena hujan lebat yang akan terjadi bukan disebabkan oleh satu faktor tunggal. Ada serangkaian proses atmosfer berskala global hingga regional yang berinteraksi secara bersamaan, menyebabkan ketidakstabilan udara di berbagai wilayah Nusantara.
Beberapa faktor yang berperan di antaranya adalah Madden-Julian Oscillation (MJO), Gelombang Rossby Ekuator, dan Gelombang Kelvin, yang saat ini melintas secara bersamaan di wilayah tropis Indonesia. Ketiganya dikenal sebagai sistem cuaca global yang membawa kelembapan tinggi dari Samudra Hindia menuju Indonesia, mempercepat pembentukan awan konvektif penyebab hujan.
Selain itu, sirkulasi siklonik juga terpantau aktif di beberapa area — seperti Laut Cina Selatan, perairan selatan Kalimantan Tengah, dan Samudra Pasifik utara Papua Barat Daya.
Pola angin yang berputar di wilayah tersebut membentuk daerah konvergensi, yaitu tempat berkumpulnya massa udara dari berbagai arah. Ketika kelembapan meningkat dan udara naik ke lapisan atmosfer lebih tinggi, terbentuklah awan cumulonimbus, yang dikenal sebagai penghasil hujan lebat, petir, dan angin kencang.
BMKG menegaskan bahwa kombinasi faktor-faktor ini membuat kondisi cuaca Indonesia menjadi sangat dinamis dalam sepekan ke depan. Artinya, perubahan cuaca bisa terjadi cepat, bahkan dalam hitungan jam, terutama di wilayah dengan topografi kompleks seperti pegunungan dan pesisir.
Musim Hujan Mulai Meluas, Puncak Diprediksi Akhir Tahun
Memasuki akhir Oktober 2025, BMKG mencatat bahwa sekitar 43,8 persen zona musim (ZOM) di Indonesia telah resmi masuk musim hujan, terutama di wilayah bagian barat.
Kondisi ini menunjukkan bahwa peralihan musim kemarau menuju musim hujan kini sedang berlangsung, dan akan terus meluas ke wilayah selatan serta timur Indonesia dalam waktu dekat.
BMKG memproyeksikan puncak musim hujan akan terjadi dalam dua fase besar:
November–Desember 2025 untuk wilayah barat Indonesia, seperti Sumatra, Jawa, dan sebagian Kalimantan.
Januari–Februari 2026 untuk wilayah selatan dan timur, termasuk Nusa Tenggara, Maluku, serta sebagian Papua.
Fenomena ini juga mengakhiri periode cuaca panas yang sempat melanda Indonesia sejak awal Oktober. Data BMKG menunjukkan bahwa tidak ada wilayah dengan suhu maksimum di atas 36 derajat Celsius pada pekan terakhir.
Suhu tertinggi tercatat di Lampung Utara (35,8°C), diikuti Kupang (35,5°C) dan Manokwari (34,8°C). Penurunan suhu ini menandakan peningkatan kelembapan udara yang signifikan, faktor penting dalam pembentukan awan hujan.
BMKG juga menambahkan bahwa selama beberapa hari terakhir, curah hujan tinggi telah terpantau di sejumlah daerah, terutama di Sumatra bagian selatan, Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi bagian tengah dan selatan, Maluku, serta sebagian besar Papua.
Wilayah-wilayah ini diperkirakan akan terus mengalami hujan dengan intensitas sedang hingga tinggi selama sepekan ke depan.
Potensi Dampak: Waspada Banjir, Genangan, dan Longsor
Dengan meningkatnya potensi hujan lebat, BMKG mengimbau masyarakat agar tetap waspada terhadap potensi bencana hidrometeorologi, terutama banjir, genangan air, dan tanah longsor.
Khusus untuk daerah padat penduduk dan berdekatan dengan aliran sungai, curah hujan tinggi yang berlangsung terus-menerus berpotensi menyebabkan meluapnya air sungai dan sistem drainase perkotaan tidak berfungsi optimal.
Daerah pegunungan dan lereng perbukitan juga perlu diwaspadai, karena intensitas hujan tinggi dalam waktu lama dapat meningkatkan risiko longsor dan pergeseran tanah.
BMKG mengingatkan masyarakat untuk memperbarui informasi cuaca harian, terutama melalui kanal resmi seperti aplikasi InfoBMKG atau situs web lembaga tersebut. Informasi terkini sangat penting bagi sektor transportasi, pertanian, dan pariwisata yang rentan terdampak kondisi cuaca ekstrem.
“Mempertimbangkan peningkatan potensi hujan dalam waktu mendatang, masyarakat diimbau waspada terhadap cuaca ekstrem. Karena dapat memicu banjir, genangan, maupun longsor,” ujar BMKG dalam pernyataannya.
Selain itu, pemerintah daerah diimbau meningkatkan kesiapsiagaan sistem tanggap darurat bencana, seperti memastikan pompa air berfungsi, saluran drainase bersih, serta koordinasi antarinstansi berjalan efektif. Kolaborasi antara pemerintah, lembaga mitigasi, dan masyarakat menjadi kunci untuk meminimalkan dampak sosial ekonomi akibat perubahan cuaca ekstrem ini.
Kesiapan Hadapi Anomali Cuaca Jadi Kunci
Fenomena hujan lebat yang diprediksi BMKG bukanlah hal yang berdiri sendiri. Ia menjadi bagian dari anomali iklim global yang kini semakin sering terjadi akibat pemanasan suhu laut dan perubahan pola angin lintas samudra.
Kondisi ini membuat prakiraan cuaca menjadi semakin dinamis dan menuntut adaptasi cepat dari berbagai sektor kehidupan.
Dengan prediksi cuaca ekstrem yang akan berlangsung sepanjang pekan, BMKG menegaskan pentingnya langkah preventif — dari tingkat individu hingga pemerintah daerah.
Mulai dari memastikan sistem drainase rumah tidak tersumbat, menghindari aktivitas luar ruang saat hujan disertai petir, hingga menunda perjalanan laut di wilayah dengan gelombang tinggi.
Peningkatan curah hujan memang menjadi bagian alami dari siklus tahunan Indonesia yang beriklim tropis. Namun, kesadaran dan kesiapsiagaan menghadapi potensi dampak menjadi penentu utama seberapa besar risiko dapat ditekan.
Prediksi cuaca BMKG menunjukkan bahwa Indonesia tengah memasuki fase aktif hujan lebat akibat pengaruh atmosfer global dan lokal yang saling berinteraksi.
Masyarakat diimbau untuk tidak panik, namun tetap waspada dan mengikuti informasi cuaca terkini agar dapat mengantisipasi potensi bencana hidrometeorologi.
Dengan kesiapsiagaan dan mitigasi dini, masyarakat diharapkan dapat melalui periode cuaca ekstrem ini dengan aman dan minim dampak.